“Kampung ku Kampung Merah Putih” dari Komunitas sanggar seni kampung “Kololio”

Tepat hari ini 9 Februari 2020, kami harus mengibarkan bendera setengah tiang di halaman rumah kami. Walaupun tak nampak, kami yakin suatu saat akan terlihat dan menjadi pertanda bahwasanya mereka pernah berjuang untuk tanah ini. Merelakan diri ditawan penjajah, hanya untuk kepentingan rakyat. 9 tahun setengah bukanlah waktu yang singkat untuk seorang pemimpin tak merindukan kampung halamannya. Meninggalkan tanah kelahiran dengan satu pesan agar semangat perjuangan jangan pernah padam sampai kita benar-benar merdeka dari penjajahan.
Perang Raja Bale, Perlawanan Rakyat Dombu, Perlawanan Rakyat Sidondo, Perlawanan Rakyat Balumpeva, Perlawanan Raja Kulawi dan Perlawanan Kerajaan Dolo adalah sebagian kecil peristiwa yang sempat tercatat. Keberanian dan prinsip yang tergambarkan jelas itu seharusnya kita Ilhami sebagai masyarakat yang tinggal di Ibukota terakhir Kerajaan Dolo.
Pernakah kita menyadari bahwa darah juang itu sebenarnya masih mengalir sampai hari ini?
Pernakah kita menyadari bahwa kita telah kehilangan prinsip hingga Identitas Kampung yang katanya disegani, karena para Tokoh-tokohnya?
Enam puluh empat tahun telah berlalu semenjak kepergiannya Kini Kampung itu telah berubah menjadi Desa yang maju namun melupakan Sejarah. Jika pada tanggal 17 Agustus 1966 Soekarno pernah berpidato “Jangan Sekali-kali melupakan Sejarah”, maka hari ini kami meminta maaf kepada Sang Proklamator bahwa kami telah “Berkali-kali melupakan Sejarah”.
Tak ada yang istimewa dengan hari ini kecuali karya singkat dari 3 pemuda dari Sanggar Seni Kololio yang harusnya dipersembahkan 9 Januari 2020 bulan kemarin untuk mengenang Kepergian salah satu pemimpin yang berjasa untuk Kampung dan Daerah ini “Pue Bengge” Datupamusu 09-01-1957. Mudah-mudahan kedepannya akan ada peringatan yang sama untuk mengenang Tokoh-tokoh lainya di Kampung ini. Amin…!
Alfatiha🙏.
oleh Yayan Kololio




Leave a Reply

Your email address will not be published.