Lumbung itu tempat penyimpanan hasil panen untuk persediaan makanan. Di Bahasa Sunda disebut leuit, dalam Bahasa Batak eme, dalam Bahasa Minang rangkiang. Di setiap kampung ketika lahan masih luas, pasti ada lumbung milik kampung, agar siaga waktu paceklik atau jika ada hajatan kampung.
Pakar peradaban kuno menemukan bahwa lumbung menjamin keberlanjutan peradaban. Jika logistik aman, kebudayaan pun maju
Pengelolaan lumbung kampung bersifat komunal. Ada aturan yang disepakati bersama, siapa yang mengisi, berapa banyak, giliran menjaga dan membersihkan, bagaimana membagi jika diperlukan. Untuk mengatur itu ada partisipasi warga dan ada gotong royong
Saat ini di kampung kota tidak ada lumbung, tapi lumbung yang berakar pada budaya agraris, jadi.simbol banyak kampung (atau jejaring kampung seperti Japung).
Simbol lumbung mengisyaratkan pentingnya gotong royong membangun dan menghimpun sumberdaya kampung untuk keberlanjutan adab dan budaya kampung.
Sumberdaya yang dihimpun bukan hasil panen, tapi semua potensi budaya kampung: bahasa, tradisi dan petatah petitih serta pamalinya, keseniannya, cerita-cerita dan sejarah kampung, keahlian tiap warganya, keragamannya. Semua potensi itu perlu dicatat dan diaktifkan melalui organisasi informal.maupun formal.
Pengetahuan dan pengalaman kampung untuk berbudidaya dan berstrategi menghadapi masalah dan perubahan juga merupakan aset takbenda yang penting. Juga praktik dan resep kuliner khas kampung, praktik dan tradisi merawat orang tua atau anak. Jika “lumbung” budaya ini dikelola, niscaya warga bisa hidup sejahtera berbasis kearifan lokalnya
Tiap kampung dapat menentukan prioritas atau kekhasan lumbungnya, yang bisa dipakai sebagai identitasnya. Misalnya Kampung Anggur Uwung Jaya menjadikan pengetahuan dan praktik mengelola lebah trigona menjadi aset utama. Kampung Grendeng Pulo mewarisi pengetahuan obat herbal turun temurun. Ada kampung di lereng Merapi yang mewarisi pengetahuan sigap bencana. Jika tiap kampung memanfaatkan lumbung pengetahuannya, pasti kampung Nusantara jadi pusat peradaban
Ditulis oleh : Melani Budianta ( merangkum diskusi WA group Persamuhan kampung para pembakti kampung di bekasi ) tanggal 28 des 2019