Japung Nusantara.org. Sedapat mungkin, ‘Jelajah-Sinau Pusaka Budaya’ menyelenggarakan kegiatan budaya yang ‘tematik’. Apabila pada Sinau Pusaka (Heritage Learning) ke-3 di bulan Maret 2016 yang lalu mengambil tema ‘Tirtha’ – berkenaan dengan momentum dunia ‘Hari Air (Waterday)’, maka pada kegiatan ke-4 bulan April 2016 ini momentum nasional ‘Hari Kartini (21 April)’ dijadikan sebagai bingkai untuk mengemas tema kegiatan, yakni ‘Perempuan’ – tidak terkecuali perihal ‘Emansipasi Wanita’. Sebenarnya, tema ‘Perempuan’ dapat relasikan dengan dua momentum hari nasional, yaitu ‘Hari Kartini’ dan ‘Hari Ibu (22 Desember)’.
Kali ini tema tersebut direlasikan dengan ‘Hari Kartni’. Tanpa mengurangi peran dan kontribusi (jasa) para perempuan di Malangraya pada masa lalu, yang tentu banyak jumlahnya, setidaknya ada tiga wanita utama (baca ‘jawara’) di Malangraya, yaitu: (1) Ken Dedes, (2) Kusumawarddhani, dan (3) Proboretno, yang beralasan untuk dilacak kesejarahannya. Dengan demikian, Ken Dedes adalah salah seorang darinya, yang kesejarahannya pada Masa Akhir Kerajaan Kadiri hingga Masa Awal Kerajaan Tumapel (Singhasari) maupun citra dan keteladanannya layak untuk diangkat sebagai bahan telaan, bahkan ketenaran beserta ketokohannya layak untuk kelak dipertimbangkan sebagai ‘ikon perempuan’ Malangraya.
Berangkat dari pertimbangan itu, maka Ajar Pusaka ke-4 sengaja menjadikan situs-situs dan monimen terkait dengan Ken Dedes sebagai lokus kegiatan.Ada tiga situs yang terkait dengan Ken Dedes di Malangraya, yaitu: (a) Sendang Ken Dedes atau Sumurwindu dan sekitarnya di situs Panawijyan (Panawijen, kini ‘Polowijen’), yang dalam pustaka gancaran (prosa) Pararaton dikisahkan sebagai tempat kelahiran dan masa pembelajaran Ken Dedes pada Mandalakadewagurwan Mahayana Buddhisme pimpunan Pu Purwa – ayah Dedes; (2) Patirthan Watugede yang diinterpretasikan sebagai Taman Bhaboji yang oleh Paparaton dikisahkan sebagai tempat plezier dari Ken Dedes dan suaminya (akuwu Tunggulametung), padamana kali pertama Ken Angrok bersua dengan Dedes dan beruntung sempat menyaksikan praba (pancaran sinar) pada rahsya (wawadi, vulva) Dedes sebagai petanda diri sebagai ‘strinareswari (wanita utama); dan (c) reruntuhan Candi Putri di Pagentan – Singosari padamana arca Prajnaparamita yang cenderung diidentifikasikan sebagai de portrait beelden (arca potret) Ken Dedes. Adapun monumen berupa arca Prajanaparamita berukuran amat besar di Arjosari buatan akhir tahun 1970an lambat laun dikenal luas dengan sebuatan Monumen dan sekaligus Taman Ken Dedes.
Pada Ajar Pusaka ke-4 ini, situs yang dijadikan sebagai obyek kunjungan hanyalah Situs Panawijen – yang dikemas dalam bentuk ‘Ziarah Sejarah (Historical Pilgryme)’ dan Monumen Ken Dedas yang dijadikan sebagai media eksplanasi ikonografis bagi Arca Potret Ken Dedes pada Sabtu sore tanggal 23 Apri 2016l. Catatan: syukur bila dapat disertai dengan persembahan tumpeng. Pada Taman Ken Dedes itu pula bakal dihelat dua acara, yakni: (a) saresehan budaya –yang dikemas dalam bentuk ‘Talkshow’ dengan tema ‘Ken Dedes Strinareswari, Ikon Wanita Malangraya’, diselingi dengan (b) perform art, baik berupa tarian, pembacaan puisi, sajian teatrikal maupun peragaan special fashion dengan tema ‘perempuan’, pada Sabtu malam Minggu (23 April). Pilihan tempat kegiatan pada Taman Ken Dedes dimaksukan untuk memicu pemanfaatan taman kota sebagai fasilitas publik bagi kegiatan-kegiatan yang bermakna.
Demikianlah rencana kegiatan budaya yang saya gagas. Untuk dapat terealisasi, dukungan maupun kontribusi dari berbagai pihak, baik perorangan, kelompok (komunitas) maupun institusi peduli amatlah diharapkan dan menjadi ‘kunci keberhasilan’. Monggo kita persiapkan bersama-sama. Atas perhatian, dukungan dan kontribusimya sebagai ekspresi ‘bhakti budaya’ disampaikan banyak terima kasih. Salam budaya, ‘Singhasarijayati’.
Sengkaling, 10 April 2016
Dwi Cahyono
Penggiat Budaya
Catatan: Kepastian waktu dan randown acara segera dipastikan dan diinformasikan.