Te, Te ……, Tesate
WANITA MUDA MADURA PENJUAL SATE KELILING MASA LAMPAU
Oleh : M. Dwi Cahyono
Bula aneko oreng Madura
Ka tana Jaba toron Sorbaja
Ajuwalan sate Madura
Ajuwalan sate Madura
Topa’ laban lonthong
Kecabba nomer settong
Catatan : Syair kagu “Sate Madura”
A. Sate Madura
Pada wilayah Jawa Timur, image sate melekat setidaknya pada dua daerah, yaitu sate Madura dan Ponorogo. Kebanyakan daging untuk membuat sate dari keduanya adalah daging ayam, atau disebut dengan “sate ayam”. Ketenaran sate Madura tidak hanya di masa lampau, namun kini pun masih populer, diminati, dan banyak didapati penjual sate asal Madura pada penjurui daerah di Indonesia — tak terkecuali di luar Pulau Madura. Penjual sate asal Pulau Madura utamnya dari daerah Bangkalan dan Sampang. Mereka merantqu untuk berjualan sate Madura (ajuelen sate Madura) dan kemudian tinggal menetap di suatu daerah. Mereka menjadi apa yang lazim disebut dengan warga “Madura Pendalungan”.
Selain terkenal sebagai pulau garam, Madura juga terkenal dengan satenya. Sate madura sudah terkenal di seluruh Nusantara, Sate Madura dapat ditemukan hampir di semua daerah khususnya di kota besar seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dsb. Pada wilayah Jawa Timur, hampir tidak ada daerah yang tidak terdapat penjual sate Madrura. Namun uniknya, konon di Pulau Madura sendiri sate malah susah dicari. Daging ayam adalah yang paling banyak dijadikan sebagai bahan sate. Selqin itu, ada pula yang menggunakan daging kambing atau terkadang daging bebek. Ada pula yang menggunakan bahan non-daging, yaitu parutan kelapa yang dibumbui dan kemudian dipanggang.
Sate Madura memiliki bumbu khas, yaitu campuran kacang yang ditumbuk halus petis serta sedikit bawang merah, dan kecap tentunya. Ternyata, di Madura sendiri kadangkala yang dipakai bukanlah saus kacang, melainkab saus atau sambal kemiri. Selain itu seringkali arang pembakaran sate ini sering ditaburi dengan jeruk limaun Pitong-potongan yang dirangkai dengan tusuk bambu dipanggang dengan api dari batok kelapa yang dihanguskan terlebih lebih dahulu, yang disebut dengan “arang batok”. Jenis sate lebih akhir yang dijual oleh pedagang sate Madura adalah sate kelapa, sate ayam porsi tusuk kecil yang disebut dengan “sate lala’ “, dan sate daging bebek yang dinamai “sate kwek” yang dijual dengan rombong dorong yang bentuknya seperti tubuh perahu.
B. Si Buk, Perempuan Pedagang Sate Keliling
Penjualan sate Madura tidak selalu bertempat di suatu kedai atau warung, namun banyak pula yang berjualan secara mobile (berkeliling), dari kampung ke kampung, atau menyusuri jalan- jalan kota. Penjualnya tak terbatas pada pria, namun ada pila penjual sate beruenis kelamin wanita. Pada penjual sate pria, dagangan dan perangkat jual diangkut dengan jalan “dipikul”, sedangkan pada pedagang wanita dibawa dengan “disunggi” atau “disuwun”. Oleh karena itu, kenampakkan yang sekalu terlihat di kepala adalah lipatan kain yang digunskan sebagai alas sunggi/suwub (duaebut “uleng”).. Para wanita Madura penjual sate konon berbusana bawahan jarik (sewek) dan busana atasan kepaya, tanpa alas kaki (ceker). Panggilan terhadap perempuan poedangan makanan asal Madura adalah “Buk” atau “si Buk’.
Nasi ditempatkan di dalam tumbu dari anyam bambu. Selain nasi, ada pilihan lain, yautu lonthong. Sejumlah tusuk sate ditempatkan dalam apitan daun pusang (godong gedang). Selain itu terdapat wadah buat sambal kacang, irisan bambang merah mentahan, dan kecap. Perangkat yang musti ada bagi penjual sate adalah tempat memanggang sate (panggangan) kecil, kipas ayaman bambu (kepas, tepas), dan tas wadah arang. Terkadang membawa alas duduk untuknya berukuran kecil (dingklik)). Ketika tengah berjalan berkeliling menjajakan sate, barang dagangan beserta perangjat buat sate tersebut ditemoatkan diatas galar bambu berbentuk empat persegi pajang melengkung ke atas. Bisa juga di atas baki kayu atau bambu empatt persegi yang ditumpangkan di keranjang anyam bambu berukuran cukup besar. Keranjang bambu atau gelar bambu itulah yang disunggi/disuwun dengan kepalanya.
C. Migrasi Pedagang Kuliner dari Madura ke Jawa
Penjual sate keliling asal Madura datang ke daratan Jawa, khususnya di Jawa Timur, sejak Masa Kolonial. Awal migrasi mereka ke Jawa untuk berjyalan makanan, seoerti sate, soto, rujak, dsb. Telah mulai pada penghujung tahun 1800-an dan kian marak ketika memasuki awal abad XX M. Keberadaan penjual makanan asal Madura terus berlanjut hingga kini. Entah keturunan dari pedagang yang telah meratau dan menetap di Jawa sekian lama, atau migran baru yang sengaja datang ke daerah tertentu di luar Madura sebagai pedagamg kuliner. Tidak sedikit darinya yang berjualan secara berkeliling. Namun, tak seperti dulu, pedang keliling wanita (Buk, si Buk) tidak sebanyak dulu lagi. Kalupun berjualsn, tidak sedikit darinya yang berjulan di warung, keda,i atau di pinggir trotoar.
Paling tidak ada tiga cara menjajakan sate secara berkeliling, yaitu : (a) dipikul, (b) disunggi atau disuwun, dan (c) dengan gerobak dorong (romong surung). Memikul dilakukan oleh pedagang sate pria. Demikian pula berjualan demgan gerobak gotong. Sudah baramg tentu, berjualan demgan memikul jauh lebih tua daripa yang menggunakan gerobak dorong. Adapun berjualan keliling dengan menyunggi atau nyuwun tipikal pada penjual sate keliling berjenis kelamin perempuan. Cara serupa juga dilakukan oleh wanita Madura yang berjualan rujak, nasi buk, dsb.
Demikian tulisan ringkas mengenai “Wanita Penjuwl Sate” asal Madura, dengan foto tertelaah dokumen foto yang berasal dari Masa Hindia-Belanda, atau paling tidak pada tahun 1960-70 an. Semoga dapat menambah khasanah pengetahuan para pembaca budiman. Nuwun.
Sangkaling, 3 Februari 2019
Griya Ajar CITRAKEKHA